Menurut psikolog perkembangan dari Universitas Indonesia, dra Mayke S
Tedjasaputra, MSi, kematangan atau kesiapan seorang anak melakukan gerakan
tertentu membutuhkan kematangan dari seluruh syaraf dan otot-otot. Agar anak
bisa memiliki keterampilan yang baik, diperlukan latihan motorik kasar dan
halus. Latihan ini disesuaikan dengan perkembangan usia anak.
Motorik kasar pada dasarnya merupakan gerakan-gerakan tubuh yang melibatkan
otot kasar. Sebaliknya, motorik halus adalah gerakan tubuh yang membutuhkan
otot-otot halus. Motorik kasar bisa berupa tengkurap sampai duduk, lalu berdiri,
berjalan, berlari, melompat, memanjat. Pada anak balita dan batita, motorik
kasar ini mencakup kegiatan bermain di luar ruangan. Meski tidak tertutup
kemungkinan melakukannya di dalam ruangan.
Seperti bermain sepeda roda tiga, main koprol, perosotan, ayunan.
Mayke menjelaskan, semua ini perlu sendiri dilatihkan pada anak. Ini bisa
menjadi dasar bagi mereka untuk bersosialisasi. Anak akan lebih mudah bermain
dengan teman-temannya, diajak main apapun, bisa. Sedangkan motorik halus, lebih
melibatkan aktivitas jari jemari.
Mayke menjelaskan, motorik halus ini nantinya akan dibutuhkan dari segi
akademis. Seperti untuk menulis, menggambar hingga menarik garis. Sayangnya,
motorik halus ini seringkali terlupakan oleh orang tua. ''Seharusnya, pada waktu
batita, anak-anak banyak melakukan aktivitas melalui bermain sehingga motorik
halusnya terlatih,'' katanya. Namun, yang perlu diingat, latihan yang diberikan
tentunya tidak terlalu berlebihan.
Seperti mengajarkan menulis bentuk
huruf atau angka, sementara gerakan jari kemarinya masih kaku. Menurut Mayke,
hal tersebut akan sangat sulit untuk anak batita. Ia lebih menyarankan konsep
yang sangat dasar. Seperti menarik garis. Lebih jauh dijelaskan, motorik halus
sudah bisa mulai sejak anak berusia empat bulan. Ini ditandai dengan kemampuan
anak menggenggam benda. Meski mula-mula tanpa bertenaga, lama-lama akan
bertenaga.
Selanjutnya adalah memindahkan memindahkan benda dari tangan yang satu ke
tangan yang lain. ''Sebelum usia satu tahun, anak sudah bisa meraba dan
meraih,'' jelas Mayke. Sebagai persiapan motorik halus, mereka sudah mulai bisa
melakukan gerakan seperti menjumput atau memegang benda dengan telunjuk dan ibu
jari. Ini menjelang usia dua tahun. ''Bisa dirapikan dengan latihan memasukkan
pena pada tutupnya,'' tambah dia.
Yang demikian ini merupakan latihan motorik halus, karena membutuhkan
ketepatan menempatkan pena. Anak usia satu tahunan juga biasanya mulai senang
mencoret-coret. itu juga mereka belum bisa memegang pensil dengan sempurna,
hanya menggenggam. Hal tersebut tidak menjadi masalah. Tapi ada baiknya juga
dilakukan latihan. Hanya saja ia menyarankan agar latihan dilakukan harus dengan
terlebih dahulu melihat kesiapan anak. ''Jika otot dan syaraf belum matang tapi
dipaksa dilatih, tidak akan berhasil juga. Anak bisa frustasi, gitu juga
orangtuanya,'' katanya.
Fase selanjutnya setelah anak mulai bisa memegang pena dengan benar. Tapi
pada usia dua tahunan, lanjut Mayke, anak baru bisa menggambar benang kusut.
Baru apda usia tiga tahunan, ia sudah bisa membentuk garis lurus, dari atas ke
bawah, kiri ke kanan, dan sebaliknya. Hingga kemudian ia bisa membuat gambar
segi tiga dan segi empat.
Yang sempurna dan tidak
Idealnya, anak mengalami keterampilan motorik
kasar yang baik pada usia SD, sekitar usia enam tahun. Usia SD adalah saat yang
tepat untuk mengasah motorik kasar anak. Dari situ anak bisa menguasai
keterampilan tertentu, yang bisa menjadi modal untuk menumbuhkan percaya diri.
Sedangkan kesempurnaan motorik halus sangat relative, karena optimalnya setiap
anak berbeda. Secara garis besar, terampil menulis dan melakukan aktivitas
bermain adalah setelah usia 6-7 tahun.
Seorang anak bisa dikatakan mengalami masalah dalam perkembangan. Pada anak
yang memiliki gangguan pada aktivitas motorik kasar misalnya, keseimbangannya
kurang. Saat anak lain bisa berdiri di atas satu kaki, dia belum bisa. Atau ia
tak bisa jongkok, ketika menuangkan air sering tumpah. Jika menemukan ciri
seperti ini, orangtua hendaknya waspada. Anak ini perlu diberikan latihan yang
lebih intens dengan berkonsultasi pada ahlinya. Yakni mereka yang menerjunkan
diri pada bidang terapi okupasi. Kadang-kadang juga ada para ahli yang melatih
sensory integration, termasuk di dalamnya menjaga keseimbangan tubuh.
Gangguan organis di otak biasanya berupa dispraxia. Yakni ada gangguan di
pusat-pusat tertentu, yang memberikan perintah untuk melakukan gerakan. Anak ini
mengalami kesulitan meski sudah dilatih. Padahal usianya sudah mencapai 6-7
tahun. Deteksi paling baik adalah ketika anak masih balita. ''Jangan menunggu
sampai anak besar, karena kalau balita itu lebih mudah dibentuk,'' jelas Mayke.
Jika dibiarkan, karena ini terkait dengan gangguan nerologis, nantinya bisa saja
berdampak pada kegiatan akademis anak di waktu yang akan datang. (cy)
sumber : visual